Uncategorized

AGAMA DAN POLITIK

Berbicara mengenai relasi agama dan politik, kedua entitas tersebut memiliki proses tarik menarik kepentingan. Agama memiliki peran strategis dalam mengkonstruksi dan memberikan kerangka nilai serta norma dalam membangun struktur negara dan pendisiplinan masyarakat. Negara menggunakan agama sebagai legitimasi dogmatik untuk mengikat warga negara agar mematuhi aturan-aturan yang ada. Adanya hubungan timbal balik itulah yang kemudian menimbulkan hubungan saling mendominasi antar kedua entitas tersebut. Negara yang didominasi unsur kekuatan agama yang terlalu kuat hanya akan melahirkan negara teokrasi yang cenderung melahirkan adanya hipokrisi moral maupun etika yang ditunjukkan para pemuka agama. Kondisi tersebut terjadi karena adanya pencampuradukan unsur teologis dan materialis secara konservatif. Adapun negara yang mendominasi relasi agama justru menciptakan negara sekuler yakni persoalan agama kemudian termarjinalkan dan tereduksikan dalam pengaruh kehidupan berbangsa dan bernegara, keduanya harus seimbang.
Isu tentang relasi agama dan politik merupakan isu tua dalam sejarah manusia modern, keduanya pun senantiasa memantik polemik ihwal posisi agama dalam arena politik yang setidaknya, melibatkan dua kelompok yang secara diametris berlawanan. Satu pihak mengampanyekan agar agama dilibatkan dalam setiap pertimbangan politik. Gagasan ini dikenal sebagai teokrasi, pemerintahan berbasis agama. Konsekuensinya, agama menjadi payung tertinggi dalam setiap kebijakan politik. Disisi lain, ada pihak yang justru menolak campur tangan agama dalam urusan politik. Agama harus ditepikan dari diskursus publik dan dimengerti sebagai perkara privat yang hanya menyangkut kepentingan individu per individu. Agama tidak lebih dari urusan ritual yang menggambarkan dependensi manusia dengan tuhannya.
Didalam perpolitikan Indonesia, isu ini turut mewarnai perjalanan sejarah bangsa. Sejak awal pembentukannya, hingga saat ini. Dulu ketika pembuatan piagam jakarta, poin pertama yang semula berisi “ketuhanan dengan menjalankan syariat-syariat islam bagi para pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan yang maha esa”. Perubahan ini terjadi setelah para tokoh berdiskusi dan sebagai upaya agar tidak terjadi perpecahan diantara warga negara lainnya. Kemudian kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau ahok selaku mantan gubernur DKI Jakarta, dalam sebuah pernyataannya, dia menngatakan bahwa “jangan sampai kaum muslimin terpengaruh oleh isi Surat Al-Maidah Ayat 51 yang menerangkan tentang haramnya orang muslim memilih pemimpin nonmuslim”.

Hal ini yang kemudian menjadi polemik panjang dan dijadikan senjata bagi lawan-lawan politik Ahok untuk menjatuhkannya. Ahok dianggap telah melakukan penistaan agama, telah menghina teks agama yang suci dan lain sebagainya. Pro dan kontra terus bergulir mulai dari tokoh agama hingga akademisi saling berbalas dan membela kepentingannya. Dari kasus ini saja kita bisa melihat, bahwa agama selalu menjadi komoditas politik. Antara agama dan politik mempunyai kepentingan masing-masing. Politik membutuhkan agama sebagai alat legitimasinya, dan agama membutuhkan politik sebagai alat penyebarannya sehingga hubungan agama dan politik adalah simbiotik.
Seperti manuver politik yang dilakukan oleh Joko Widodo ketika pemilu 2019, sebuah hal yang bisa dibilang sangat menarik, mengingat saat itu Jokowi selaku capres belum menentukan pasangan yang akan mendampinginya dalam kontestasi politik terbesar di Indonesia. Ketika Jokowi mengumumkan pasangan yang akan mendampinginya dalam pemilu 2019, masyarakat sontak terkejut. Nama Ma’ruf Amin terpampang jelas, tentu saja ini merupakan manuver yang tidak diduga sebelumnya, Ma’ruf amin yang merupakan tokoh ulama terkenal menjadi pasangan dari Joko Widodo. Berkat manuvernya tersebut, pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin berhasil memenangkan pemilu 2019. Jokowi-Ma’ruf memperoleh banyak suara,khususnya dari kelompok muslim yang tertarik karena salah satu paslon tersebut merupakan tokoh ulama terkenal, sehingga masyarakat umum banyak yang tertarik. Dari contoh-contoh tersebut kita bisa mengetahui, agama dan politik tidak akan pernah bisa dipisahkan. Keduanya akan selalu berjalan beriringan dan akan selalu berdampingan.

NAMA      : ALYA AMINARTI

PICTURE : PEXELS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.

Copy link
Powered by Social Snap