Hobi Berkedok Ajang Unjuk Gigi
Ruangkaji.id – Aku duduk di sebuah kedai kopi di sudut jalan, sambil mengamati orang-orang yang berlalu lalang. Di meja sebelah, ada sekelompok muda-mudi yang asyik mengobrol tentang kesibukan mereka akhir-akhir ini.
Seperti biasa, ada topik yang selalu muncul: hobi.
“Tau, ngga? Aku habis beli kamera DSLR, buat foto-foto travelling.” ujar salah satu dari mereka.
“Kemarin waktu hiking, aku juga beli sepatu baru bro biar keren pas naik gunung.” temannya menimpali.
Aku menghela pelan. Sejak kapan hobi menjadi ajang unjuk gigi? Dulu, hobi itu sederhana. Lari untuk sehat, bermusik untuk senang. Sekarang, semuanya harus bermerek dan ada status sosial dibaliknya.
Baru-baru ini aku melihat temanku, yang dulu suka melukis di kanvas besar. Sekarang, ia pakai cat minyak premium. “Biar hasilnya lebih bagus,” katanya.
Meski aku tau, hobi melukisnya tidak pernah bergantung pada kualitas cat yang mahal.
Sekarang pun, kalau ingin terlihat “serius” dalam berlari, kamu harus punya sepatu bermerek, celana dan kaos berbahan khusus, dan jam tangan yang harganya membuat dompet menangis.
Apakah ini masih hobi atau cara baru untuk pamer?
Aku mulai bertanya-tanya, sejak kapan hobi menuntut jadi serba mewah? Bukankah tujuan hobi itu untuk menenangkan pikiran, menyalurkan kegembiraan, atau sekedar bersenang-senang?
Mengapa harus ada “harga yang harus dibayar”. Bukan hanya dengan uang, tapi dengan rasa tidak cukup jika
tidak punya barang tertentu?
Tapi kemudian, aku berpikir lagi. Tidak ada yang salah dengan hobi mahal, bukan? Kalau itu membuat seseorang bahagia, itu hak mereka.
Hanya saja, aku berharap kita bisa kembali ke akar hobi yang sederhana, yang hanya melibatkan diri kita dan kegembiraan murni tanpa harus mengejar status.
Penulis: Aini