Memaknai dan Mengisi Kemerdekaan | Oleh ; Zikri Akbar, S.Sos.I
Memaknai dan Mengisi Kemerdekaan
Oleh Zikri Akbar, S.Sos.I
(Penyuluh Agma Islam Fungsional Kantor Kementerian Agama Kabupaten Nias Utara)
Setiap memasuki bulan Agustus, selalu diiringi dengan penyambutan hari kemerdekaan bangsa Indonesia yang bertepatan pada tanggal 17. Semarak menyambutnya telah terlihat dari jauh-jauh hari. Itu dapat terlihat dengan adanya spanduk, bendera, umbul-umbul, dan baliho-baliho yang bertuliskan “Dirgahayu Kemerdekaan” menghiasi jalanan. Namun, dalam kesemarakannya, terdepat beberapa pertanyaan yang terbesit dalam benak kita; apakah arti kemerdekaan itu? Bagaimana seharusnya kita menyikapi makna kemerdekaan yang sebenarnya? Dan bagaimana Islam memahami kemerdekaan?
Makna Kemerdekaan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi merdeka berarti bebas. Kemerdekaan artinya kebebasan. Sedangkan secara terminologi, merdeka dapat diartikan dengan bebas dari segala penjajah dan penjajahan. Kemerdekaan juga dapat didefenisikan sebagai keadaan jiwa yang tidak terpaut oleh segala sesuatu yang berkenaan dengan rasa tertindas, sehingga dapat mempengaruhi jiwa, pikiran dan perilaku seseorang. Dilain sisi, kemerdekaan diartikan denngan keadaan hati yang tentram.
Manusia sebagai makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala telah dianugerahi keistimewaan tersendiri yang tidak diperoleh oleh makhluk-makhluk lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Isra’ : 70). Selain ilmu dan akal, di antara bentuk kemuliaan dan kelebihan manusia atas makhluk-makhluk lain, menurut sebagian para mufassirin (ahli tafsir), adalah kecenderungannya untuk terbebas dari penindasan dan penjajahan .
Dengan kata lain, kemerdekaan merupakan kunci kemuliaan manusia. Manusia tak akan lebih utama dari makhluk-makhluk lain dan menjadi mulia sebelum ia terbebas dari penjajahan. Lalu pertanyaannya, kemerdekaan seperti apa yang akan menjadikannya mulia?
Dalam sebuah atsar (riwayat) disebutkan, ketika Rib’i bin Amir radhiyallahu anhu, salah seorang utusan pasukan Islam dalam perang Qadishiyah ditanya tentang perihal kedatangannya oleh Rustum, panglima pasukan Persia, ia menjawab, “Allah mengutus kami (Rasul) untuk memerdekakan manusia dari penghambaan manusia kepada manusia menuju penghambaan manusia kepada Rabb manusia, dari sempitnya kehidupan dunia kepada kelapangannya, dari ketidakadilan agama-agama yang ada kepada keadilan Islam
Dari khabar di atas, nampak bahwa Islam, ternyata, memandang kemerdekaan bukan dari satu sisi saja, melainkan dari semua sisi, baik dari segi lahiriyah maupun batiniyah, yakni kemerdekaan atau bebas dari penghambaan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala menuju tauhid untuk ranah batiniyah dan kemerdekaan dari kesempitan dunia dan ketidakadilan menuju kelapangan dan keadilan Islam dalam ranah lahiriyah. Sehingga bisa dikatakan bahwa makna kemerdekaan dari ajaran Islam adalah kemerdekaan yang sempurna bagi umat manusia. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Al-Aqidah Al-Washithiyyah berkata, “Ubudiyyah (penghambaan) kepada Allah adalah kemerdekaan yang hakiki, (sehingga) orang yang tidak menyembah kepada Allah semata, maka dia adalah hamba (budak) bagi selain Allah”. Jika ia masih menjadi budak, tentu saja belum pantas disebut merdeka.
Kemerdekaan yang asasi adalah ketika manusia berada dalam fitrahnya, yaitu Islam dan tauhid. Setiap manusia yang terlahir di muka bumi, sejatinya adalah manusia merdeka. Bagaimana bisa? Hal ini karena sejatinya tak seorang pun yang terlahir ke dunia ini kecuali telah bersaksi bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Rabbnya dan Islam adalah agamanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi” (QS. Al-A’raf : 172).
Jadi, setiap muslim hendaknya memaknai kemerdekaan itu sebagai pembebasan dari segala bentuk kesyirikan yang dapat menyimpangkannya dari jalan fitrahnya. Begitu pula, kemerdekaan oleh seorang muslim adalah terbebasnya seorang hamba dari segala sistem kehidupan yang tidak bersumber dari aturan Islam dan sunnah NabiNya sebagai wahyu Ilahi. Olehnya, ketika seorang hamba senantiasa komitmen akan hal ini, maka sejatinya ia adalah manusia merdeka di sepanjang hidupnya.
Baca Juga : IMAN DAN ETOS KERJA ; OLEH: ZIKRI AKBAR, S.Sos.I
Mengisi Kemerdekaan
Kemerdekaan bangsa Indonesia dari rongrongan para penjajah terhadap hak dan kehormatan bangsa adalah sebuah nikmat besar yang wajib untuk disyukuri. 77 tahun yang lalu ketika bangsa ini memproklamirkan kemerdekaannya, para pendiri bangsa telah menyatakan pengakuannya dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa…”. Sehingga jelas, bahwa kemerdekaan yang hingga saat ini kita rasakan adalah berkat Rahmat dan nikmat Allah yang wajib disyukuri. Jika diingkari, tidak menutup kemungkinan, Allah Swt akan mencabut nikmat-Nya dan menggantinya dengan niqmah (adzab). Sebailiknya, jika disyukri maka kesyukuran tersebut akan mengundang nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lebih besar.
Dalam kacamata sejarah peradaban Islam, semangat yang kuat untuk terbebas dari berbagai macam penindasan merupakan tonggak kebangkitan umat serta sumber kekuatan pembela terhadap akidah dan ideologi. Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah besar bangsa ini dalam wujud cinta dan membela dengan kepentingan bangsa dan NKRI. Untuk itulah, menyikapi momentum kemerdekaan ini, kita harus mengisi kemerdekaan dengan sesuatu yang mendatangkan kebermanfaatan.
Pertama, kita harus menumbuhkan sikap peduli terhadap sesama dan terlibat langsung dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Langkah pertama ini dilatarbelakangi oleh problematika akut bangsa saat ini dari sisi sosial-ekonomi. Tanpa memandang suku, ras , dan agama. Semua adalah manusia yang wajib kita manusiakan. Kita diikat oleh nilai keberagaman sebagai identitasnya, oleh karenanya bernegaralah dengan elegan demi kepentingan bangsa dan Negara.
Makna kata merdeka sendiri jangan sampai diartikan terbebas dari penjajahan dalam artian perang. Namun, lebih dari itu, merdeka juga harus dimaknai terbebasnya dari belenggu intervensi, terutama masalah ekonomi. Hal ini sebagaimana doa Rasululullah SAW dalam hadisnya, “Dan aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran dan kekufuran.” (HR an-Nasa’i). Maka salah satu peran pemuda Muslim dalam mengisi kemerdekaan ini adalah dengan cara terlibat aktif untuk menjadi bagian dari solusi masalah tersebut (problem solver).Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR Thabrani dan Daruquthni).
Kedua, Kita harus mendukung produk dalam negeri dengan mengenalkan karya dan budaya Indonesia kepada dunia. Langkah kedua merupakan sebuah manifestasi dari karakter utuh sosok pemuda Muslim yang harus tampil menjadi pribadi yang kreatif dan inovatif. Kita mesti menjadi bagian penting dalam mewujudkan visi dan misi bangsa yang besar tersebut karena umat Muslim adalah umat terbaik. Allah SWT berfirman, “Kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imran: 110).
Ketiga, sepatutnya kita harus terlibat dalam memajukan sektor pendidikan. Aset terbesar dari suatu negara bukanlah sumber daya alamnya semata. Lebih dari itu, kualitas sumber daya manusia (SDM) pun menjadi faktor penting yang dapat mendeskripsikan kekuatannya. Dalam Islam sendiri kualitas pendidikan menjadi satu hal yang sangat diprioritaskan karena melalui pendidikanlah sesoerang dapat memperoleh ilmu dengan baik. Allah SWT berfirman, “… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat …” (QS al-Mujadilah : 11).
Keempat, meningkatkan sikap saling menghargai dan menghormati. Persatuan dan kesatuan bangsa merupakan wujud nyata dari sebuah bangsa yang akan tumbuh menjadi besar. Kata “merdeka” akan menjadi sangat relevan untuk diucapkan ketika setiap individu dalam sebuah bangsa mendapatkan ruang untuk memberikan pendapat dan gagasannya, terutama pendapat dan gagasan yang membangun bangsa dan negara ke depannya. Semoga empat langkah di atas menjadi gambaran bagaimana pemuda Muslim untuk mengisi makna kemerdekaan yang hakiki untuk bangsa ini. Selamat HUT RI yang ke-77, semoga Indonesia semakin maju, makmur, sejahtera rakyatnya, dan berkah negerinya.
Pingback: PENTINGNYA MEMBACA DAN BELAJAR - Ruang Kaji