Uncategorized

PEREKONOMIAN NEGRA INDONESIA

Ekonomi Indonesia merupakan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan merupakan salah satu ekonomi pasar berkembang. Sebagai negara berpenghasilan menengah & anggota G-20, Indonesia tergolong ke dalam negara industri baru. Indonesia adalah ekonomi terbesar ke-17 di dunia berdasarkan PDB nominal dan terbesar ke-7 dalam hal PDB Keseimbangan Kemampuan Berbelanja (KKB). Indonesia bergantung pada pasar domestik dan pembelanjaan anggaran pemerintah dan kepemilikannya atas badan usaha milik negara (BUMN) (pemerintah pusat memiliki 141 BUMN). Administrasi harga berbagai barang kebutuhan pokok (termasuk beras dan listrik) juga memainkan peran penting dalam ekonomi pasar.

Pada tahun 2012, Indonesia menggantikan India sebagai ekonomi G-20 dengan pertumbuhan tercepat kedua, di belakang Tiongkok. Sejak itu, tingkat pertumbuhan tahunan berfluktuasi sekitar 5%. Namun, Indonesia menghadapi resesi pada tahun 2020, ketika pertumbuhan ekonomi anjlok hingga −2,07% akibat pandemi COVID-19. Ini adalah pertumbuhan terburuk sejak krisis moneter 1997.

Pada tahun 2021, produk domestik bruto Indonesia tumbuh 3,69%, karena penghapusan pembatasan COVID-19 serta rekor ekspor tertinggi yang didorong oleh harga komoditas yang lebih kuat.

Indonesia diprediksi menjadi ekonomi terbesar ke-4 di dunia pada tahun 2045. Joko Widodo telah menyatakan bahwa perhitungan kabinetnya menunjukkan bahwa pada tahun 2045, Indonesia akan memiliki penduduk sebanyak 309 juta jiwa.

Sejarah Ekonomi Indonesia

Orde lama
Pada periode 1960-1965, Indonesia mengalami kemunduran ekonomi dengan penurunan pendapatan per kapita menjadi rata-rata 0,1% serta pertumbuhan ekonomi hanya 2%. Kondisi ini juga diikuti dengan hiperinflasi dari 250% menjadi 650%.

Orde Baru (1966-1998)
Seiring dengan munculnya berbagai demonstrasi di kalangan masyarakat untuk menuntut Presiden Soekarno mundur dari jabatan yang dipegangnya selama lebih dari 20 tahun akibat gejolak politik dan ekonomi yang berujung pada kemiskinan masyarakat menjadi peringatan keras bagi Soekarno untuk mundur dari tampuk kepemimpinan sebagai Presiden. Soekarno yang terdesak akibat berbagai demonstrasi tersebut, memutuskan untuk memulai transisi kepemimpinan pemerintahan dengan menunjuk Soeharto melalui Surat Perintah Sebelas Maret sebagai landasan hukum untuk mengizinkan Soeharto sebagai penjabat Presiden untuk segera menyusun transisi ekonomi Indonesia yang sudah terseok-seok akibat berbagi kebijakan politik yang hedonistik.

Utang luar negeri menggunung, defisit melebar tidak terkendali dan inflasi mencapai ratusan persen serta kemiskinan di mana-mana hingga keamanan yang tidak kondusif menjadi permasalahan utama yang harus diselesaikan oleh Soeharto yang baru saja menjabat sebagai Presiden. Dalam bidang ekonomi, Presiden Soeharto mengajukan RUU penanaman modal yang kemudian disahkan oleh DPR RI menjadi UU no 1 Tahun 1967 yang bertujuan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan yang ada di Indonesia berupa investasi di berbagai sektor usaha industri dan jasa, sekaligus sebagai upaya mengembalikan kepercayaan internasional terhadap stabilitas dan kondusivitas ekonomi, politik dan sosial serta keamanan Indonesia di mata dunia. Tercatat, sejak undang-undang ini disahkan, jumlah modal yang telah ditanamkan di Indonesia telah mencapai lebih dari US$ 9 Miliar dari 30 negara.

Setelah pemerintahan diampu oleh Soeharto, beberapa keadaan ekonomi mulai membaik. Angka inflasi berhasil diturunkan dalam waktu satu tahun menjadi 112% pada tahun 1967 dan terus berlanjut menjadi 85% pada tahun 1968. Akhirnya turun drastis menjadi 10% pada 1969 sebelum di mulainya program Repelita. Pemerintahan orde baru juga berhasil memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia dengan menaikkan pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya hanya 2% menjadi rata-rata 5%. Perkembangan ekonomi ini makin membaik setelah pengenalan program Repelita 1 yang dimulai pada tanggal 1 April 1969. Berkat program ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa itu mencapai rata-rata 6% pada periode 1969-1973, yaitu saat Repelita I berlangsung.

Pada akhir Repelita 1, laju inflasi kembali mengalami kenaikan setelah turun ke angka terendahnya, yaitu 4,6% pada tahun 1971. Kenaikan ini diakibatkan membaiknya harga pasar komoditi internasional serta peningkatan kredit perbankan mencapai 60% pada perioude 1973/1974. Akibat kondisi ini, inflasi mencapai 41% pada tahun 1974. Sebagai langkah penanggulangan inflasi yang mungkin akan terus meningkat, pemerintah pun mengeluarkan kebijakan Paket Anti Inflasi pada tanggal 9 April 1974.

Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.100 pada 1997. Peningkatan ini menjadikan Indonesia dikategorikan sebagai negara pendapatan menengah ke bawah yang sebelumnya berada dalam kategori negara pendapatan rendah.  Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%-10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing. Pada pertengahan 1980-an pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi.

Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari 1987-1997, dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987-1997, menutupi beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Longgarnya kebijakan pemerintah dan institusi jasa keuangan saat itu dan meningkatnya nilai ekspor barang non-migas, membuat banyak jasa keuangan berupa bank, asuransi dan berbagai lembaga keuangan lainnya muncul dengan tujuan mendapat keuntungan dari fasilitasi ekspor, namun dengan modal inti yang sering kali kurang.

NAMA       : ALYA

PICTURE : PIXELS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.

Copy link
Powered by Social Snap