BeritaGaya HidupSosial

Memberi Ruang Orang Tercinta untuk Bercerita tanpa Menghakiminya.

Seorang siswi SMP di Imogiri, Bantul bunuh diri, di usianya yang masih 14 tahun. Orang tua berpisah,
dibesarkan oleh kakek-nenek, mungkin hanya ingin didengar, tapi tak sempat berbicara, tak sempat meminta
tolong.

  • Luka sunyi di sekolah
    Pada usia tersebut, di masa yang harusnya jadi waktu untuk tertawa, belajar, jatuh cinta pertama justru
    banyak pelajar akhirnya memilih mengakhiri hidup. Miris! Karena sebenarnya mereka bahkan belum benarbenar hidup. Angka kasus bunuh diri di Indonesia meningkat 60% dalam waktu 5 tahun terakhir. Kasus
    terbesar terjadi di usia sekolah, yaitu 15-20 tahun. Fakta yang menyedihkan.
  • Hanya ingin didengarkan
    Ada yang ingin bicara, tapi bingung mulai dari mana. Ada yang butuh dipeluk, tetapi terlalu malu untuk
    meminta. Jangan tunggu sampai mereka pergi untuk merasa kehilangan. Beri ruang. Dengarkan. Jangan
    persalahkan!
  • Untuk sekolah diseluruh Indonesia, menjadi tempat teduh
    Sekolah seharusnya jadi tempat yang aman. Tempat di mana anak-anak bisa tumbuh, belajar, merasa
    diterima, bukan tempat yang membuat mereka ingin lari dari hidup. Tapi kadang, kita para pendidik terlalu
    sibuk mengejar angka, hingga lupa menyapa hati mereka.
  • Rubah peran guru BK
    Guru BK sering kali hanya muncul saat ada pelanggaran, padahal ia bisa jadi tempat pertama untuk mengeluh
    dan bercerita bagi murid. Lingkungan sekolah terlalu penuh materi, tapi terlalu sepi dari empati. Konseling
    yang sebenarnya yaitu menyediakan waktu untuk mendengarkan, menghadirkan psikolog bukan hanya ketika
    ada krisis, tapi saat anak masih berusaha bertahan dari tekanan. Lingkungan sekolah perlu diisi bukan hanya
    dengan peringkat dan prestasi, tapi juga empati dan rasa peduli. Kita tidak bisa menghindarkan anak dari
    badai, tapi kita bisa mengajari mereka bagaimana tetap bertahan dan itu bisa dimulai dari Sekolah. Sekolah
    harus mulai berubah!
  • Tentang reaksi
    Masalah bisa dihindari, tapi mental bisa dibangun. Kuat bukan berarti tak menangis, tapi tahu kemana harus
    kembali. Ketika pikiran sehat, semua luka bisa dirawat dan hidup bisa dilanjutkan. Mari belajar menenangkan
    pikiran yang gaduh, memaafkan diri sendiri. Mengenal siapa kita sebenarnya, bukan versi yang orang lain
    ingin lihat. Karena ketika mental kuat, badai pun akan terasa seperti gerimis

 

Penulis: Aini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.

Copy link
Powered by Social Snap