BeritaOlahragaSosial

Veda Ega Pratama, Anak Bangsa Naik Kelas Dunia! Juara Red Bull MotoGP Mugello

Di dunia balap Motor, Indonesia sudah beberapa kali mengirim pembalap ke level dunia. Tapi yang satu ini
berbeda dari semua yang pernah ada, namanya Veda Ega Pratama, usianya baru 16 tahun, namun
langkahnya sudah menembus lintasan-lintasan paling kompetitif di Eropa.

Hari ini kita akan melihat kenapa jalur yang ia tempuh begitu berbeda,Lebih matang,Lebih terstruktur. Dan
kenapa peluangnya ke Moto GP terasa lebih masuk akal. Bukan sekedar numpang lewat.

Sebelum Veda, Indonesia sudah punya deretan nama besar. Mereka semua mencatat sejarah ada yang masuk
Moto 2, Moto 3, bahkan juara dunia di kelas lain. Namun, mari kita jujur sebentar, mayoritas dari mereka
masuk lewat jalur cepat, kontrak singkat, program sponsor datang cepat dan sering juga pergi cepat. Bukan
berarti mereka tidak hebat. Justru merekalah pionir yang membuka pintu, tapi jalur cepat punya resiko besar
fondasi dasar belum sempat matang.

Veda berbeda, dia tidak melompati pagar. Dia naik tangga satu persatu sejak kecil usia 5 tahun ia sudah
digembleng.Bukan di sirkuit mewah, tapi di parkiran pasar sapi siyono, Gunung Kidul. Asal usulnya sederhana,
tapi latihannya terstruktur. Rem,gas,racing line,body position,konsistensi tiap lap diulang terus,setiap hari, dari
moto gros kecil naik ke routeris nasional. Dari nasional ke level asia. Dari asia menuju Eropa. Dan di setiap
level ia tidak hanya datang tapi juga menang. Tidak sekedar ikut, tapi konsisten.

Itulah bedanya Antara sekedar masuk grid dan benar-benar masuk peta. Persaingan Veda dibentuk untuk
bertahan, bukan numpang lewat. Di level nasional namanya mulai sering terdengar. Ia menyapu kelas pemula
di Honda Dream Cup, yang menonjol bukan cuma pialanya, tapi cara ia menang. Tenang. Jarang gegabah. Lab
time stabil. Ketika mencoba mesin lebih besar di Asia root racing championship kelas AP 2 50, ia tidak kagok
bahkan naik podium dan bertarung di barisan depan.

Pesannya, jelas ia bukan spesialis motor kecil saja. Kalau fondasi teknik dan race craft kuat, pindah kapasitas
mesin tidak bikin panik lalu meledaklah musim 2023. Veda menjadi juara Idemitsu Asia Talenta Cup. Bukan
juara pas-pasan, tapi dominasi penuh menang 9 dari 10 balapan, mengumpulkan 256 poin dan mengunci
gelar bahkan sebelum putaran terakhir.

Sejarah 1 untuk Indonesia, di level ini yang diuji bukan hanya nyali, tapi disiplin, teknik dan kemampuan
membaca balapan. Jika kamu ingin tolak ukur objektif bahwa anak ini memang beda, angka-angka AT itu
jawabannya.

Naik Red Bull berarti masuk jalur resmi menuju Moto GP. Disinilah banyak bakat Eropa, di tempat musim 2025
menjadi ajang pembuktiannya. Di Mugello, ia meraih kemenangan perdana. Lalu menambah double win
keesokan harinya, di Sachsenring ia menang lagi, 3 kemenangan dalam 4 balapan ini bukan sekedar cerita ikut
lomba Eropa, ini mengibarkan merah putih di podium Eropa.

Dan di klasemen, Veda ikut perebutan gelar, sekali lagi bukan jalur kilat tapi jalur kemampuan di Junior GP.
Disini, Veda membela Honda NSF250R. Motor dengan diometri, karakter mesin dan paket ban yang berbeda
yang menuntut adaptasi cermat hasil di aragon baru-baru ini.

Pace nya cukup untuk bertahan di front group dan bertarung sampai garis. Tidak selalu manis, tapi inilah
realita pengembangan. Kalau mau dibuat sederhana, pembalap senior kita umumnya masuk cepat lewat
wildcard (kontrak pendek). Jam terbang Eropa terbatas, sulit konsisten, dan sering keluar masuk Grid.

Feda masuk bertahap sejak dini. Menang di nasional, juara di Asia, menang di Eropa, lalu masuk di dua
ekosistem sekaligus, Rookies Cup dan Junior GP dengan learning curve yang stabil. Kalau pembalap
sebelumnya tembus pintu, Feda sedang membangun rumahnya. Fondasi, dinding, atap, lengkap. Kenapa jalur
ini penting? Karena Moto GP bukan hanya soal kecepatan absolut yang dibayar mahal di level puncak. Moto
GP adalah konsistensi, kemampuan adaptasi lintasan ban, cuaca, membaca grup dan membagi resiko. Jalur
bertahap memaksa pembalap menguasai satu keahlian disetiap level sehingga otot balap dan otak balap
tumbuh bersamaan.

Veda sudah menunjukkan teknik bersih, race craft sabar dan mental yang tidak meledak di akhir balapan. Itu
ciri pembalap yang bisa bertahan lama di kejuaraan dunia, bukan hanya yang viral sebentar.

Jadi, kenapa Veda berbeda? Karena dia bukan produk jalur kilat. Dia adalah produk proses, fondasi yang kuat,
tangga prestasi yang jelas, kemenangan di Asia, kemenangan di Eropa, dan pembuktian yang berkelanjutan.
Ketika proses ini selesai dan momentum itu tiba, sampai saat itu kita dukung. Karena cerita yang besar selalu
dimulai dengan langkah kecil yang konsisten

 

Penulis: Aini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.

Copy link
Powered by Social Snap