UU Cipta Kerja, UU yang tergesa-gesa – Kajian Hukum
RuangKaji – Oleh Denny Syafrizal
(penulis merupakan advokat dan mahasiswa magister kenotariatan )
Omnibus Law atau sering disebut UU Cipta Kerja sejak digodok dan disahkan oleh DPR terus menuai kontroversi. Mengapa tidak? Banyaknya Pasal kontroversi yang diduga merugikan buruh dan hal sebaliknya malah menguntungkan para pengusaha atau investor.
Apasih Omnibus Law itu sebenarnya? Omnibus Law atau Undang-undang sapu jagat ini sudah diterapkan di Amerika Serikat dan Canada pada tahun 1880an. Di Asia Tenggara sendiri negara Vietnam dan Filifina yang sudah menerapkan konsep Omnibus Law ini atau yang kita kenal sebagai Undang-undang sapu jagat. Omnibus Law secara harfiah berasal dari bahasa latin omnis yang berarti banyak.
Dalam bahasa Inggris Omnibus Bill atau Omnibus Law yang merupakan istilah untuk menyebut suatu undang-undang yang bersentuhan dengan berbagai macam tofik dan dimaksudkan untuk mengamandemen, memangkas dan atau mencabut sejumlah undang-undang lain.
Sejatinya, konsep seperti ini merupakan konsep sistem hukum Amerika Serikat yang menganut sistem Anglo Saxon atau nama lainnya Common Law. Di Amerika Serikat sendiri, Omnibus Law ini dikenal sebagai Undang-undang The Big Ugly.
Menurut Audrey O Brien, Omnibus Law adalah suatu rancangan undang-undang (bill) yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang. Omnibus Law ini banyak di gunakan terutama bagi negara yang menganut Common Law.
Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang di sah kan DPR tanggal 5 Oktober 2020 lalu hingga kini masih menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat luas. Belum lagi, ada beberapa versi halaman mulai dari 905 halaman, 1028 halaman, 1035 halaman, 1052 halaman dan juga telah tersebar ada 812 halaman yang menurut sumber merupakan draf yang telah final.
Kita ketahui, perbedaan halaman ini menjadi tanda Tanya besar di masyarakat. Karena perbedaan halaman ini berkisara seratusan halaman dan kemungkinan bisa mengubah subtansi arti dari isi UU Cipta Kerja tersebut. Seyogyanya, jika suatu rancangan undang-undang telah disahkan (diketok palu DPR pada paripurna) menjadi undang-undang, maka undang-undang tersebut tidak bisa dengan semena-mena di typo atau di revisi apalagi sampai mengubah subtansi dari isi undang-undang tersebut.
Undang-undang Cipta kerja ini menyederhanakan dari 79 undang-undang memuat 15 BAB dan 174 Pasal sehingga terdapat materi muatan dari 79 undang-undang tersebut yang akan diubah, ditambahkan dan dihapus .
Lalu, bagaimana bisa menjadi kegaduhan hingga terjadinya demonstrasi seluruh daerah terkait omnibus Law Cipta Kerja ini? Makhluk apa sebenarnya omnibus law ini? Pada Pasal 27 sampai 34 UUD 1945 mengatakan bahwa hak warga negara Indonesia , hak atas pekerjaan dan penghirupan yang layak: tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupanb yang layak bagi kemanusiaan.
Namun, hal ini malah menjadi kegaduhan pasca DPR mengesahkan omnibus Law Cipta Kerja. Diketahui pula, bahwa UU Cipta Kerja ini berfokus pada upaya memudahkan investasi dengan tujuan penciptaan lapangan kerja yang luas telah membuat materi mencakup banyak klaster yang berkaitan dengan masalah investasi.
Perlu mendapat perhatian kita, menurut saya konsep seperti ini masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan cara penyederhanaan perundang-undangan, karena masih menimbulkan kegamangan baik dari sisi sinkronisasi dan harmonisasi norma-norma dimasyarakat.
Hal yang perlu diperhatikan dalam omnibus law ini adalah jangan sampai kita hendak memperbaiki hukum tetapi malah merusak sistem hukum yang ada. Begitu pula dalam kaitannya dengan omnibus law bahwa meskipun ini sangat diperlukan tetapi jangan sampai mencederai peraturan perundang-undangan yang ada.
Perlu kita pahami, bahwa omnibus law cipta kerja ini terdiri dari 11 klaster tidaklah semata-mata mengenai ketenagakerjaan, sehingga pikiran dan tenaga kita tidak boleh hanya berpusat disana.
Terkait kontroversial pengesahan UU Cipta Kerja ini, kemudian banyak kalangan yang menilai bahwa omnibus law ini sebagai konstitusional rezim Presiden Jokowi untuk mempraktikan pemerintahan otoriter. Ada juga yang mengatakan bahwa draf RUU Cipta Kerja belum rampung, tetapi anehnya telah di sahkan oleh DPR.
Dari awal munculnya RUU Cipta Kerja ini sudah menimbulkan kontroversi, mulai dari penolakan dari kalangan buruh, aktivis bahkan akademisi.
Tergesa-gesanya pengesahan UU Cipta kerja ini diduga ada kelompok-kelompok kepentingan yang ingin segera di setujui oleh DPR dan di sahkan Presiden untuk segera di Undangkan Presiden serta diberi Lembaran Negara.
Terdapat banyaknya penolakan dimana-mana dalam sebuah Rancangan Undang-undang, maka bisa dipastikan proses pembentukan undang-undang tersebut bermasalah. Walaupun beberapa anggota DPR bahkan Menteri mengatakan banyak kebaikan-kebaikan dari omnibus law itu sendiri.
Massa bertumpah ruah turun dimana-mana, memprotes UU Cilaka yang sangat merugikan kaum buruh. Hal inilah yang sangat disayangkan, buruh dan mahasiswa di perhadapkan lagi oleh aparat. Seyogyanya mereka semua adalah korban dari elit politik yang nafsu akan kekuasaan.
Menurut ahli Hukum Ryan Yusrianto Tarigan, SH MH “UU Cipta Kerja ini harusnya berpihak kepada masyarakat khususnya buruh dan tidak adanya titipan dari segelintir pihak untuk menguntungkan usahanya”
Diharapkan, Presiden RI untung mengeluarkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang (Perpu) yang berisikan bahwa undang-undang ini tidak berlaku dan yang berlaku adalah perpu.
Editor : Tim Redaksi Rang Kaji