Bersyukur Ditengah Kesulitan | Oleh : Zikri Akbar, S.Sos.I
Zikri Akbar, S.Sos.I (Penyuluh Agama Fungsional Kantor Kementerian Agama Kabupaten Nias Utara)
Sudah menjadi keniscayaan bahwa kehidupan manusia pasti dihadapkan pada salah satu dari dua hal; kesenangan (yusrun), atau kesusahan (‘usrun). Dua hal ini adalah sunnatullah yang juga merupakan manifestasi dari penciptaan pasangan oleh Allah bagi segala makhluk, ada siang dan malam, ada hidup dan mati, ada kaya dan miskin, ada pula bahagia dan sengsara. Mungkin sebagian dari manusia pada waktu tertentu menempuh masa-masa sulit, sementara sebagian yang lain pada saat yang sama tengah berada dalam masa-masa senang. Namun terlepas dari apa yang dialami oleh manusia, entah itu masa sulit atau masa senang, yang jelas perlu dipahami bahwa keduanya adalah ujian dari Allah swt. untuk melihat sejauh mana kualitas keimanan, apakah dia mampu menjadi orang yang bersyukur ataukah sebaliknya, akan menjadi orang yang kufur.
Inilah karakter dasar manusia, bahwa ketika diberikan kenikmatan, berada pada masa senang, kaya, naik pangkat atau posisi, dapat jabatan baru, uang yang berlimpah, fasilitas yang mewah, maka orang beranggapan bahwa Allah swt telah memuliakannya. Mungkin pada masa-masa ini, seseorang dengan sangat mudahnya, dengan perasaan gembira mengucapkan ‘alhamdulillah’, memuji kepada Allah. Bahkan mungkin akan mengundang keluarga, teman dan rekannya kita untuk turut merasakan nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya. Pada masa kegembiraan ini, barangkali banyak di antara manusia yang ‘lulus’ ujian Tuhan ini.
Tetapi ketika manusia berada pada posisi sulit, dihimpit kesusahan, ditimpa musibah, penghidupan terasa sempit, rezeki pun dibatasi-Nya, sehingga semakin sulit untuk dicari, bahkan mungkin harus berhutang ke sana dan kemari untuk menutupi keperluan sehari-hari. Pada masa ini, manusia beranggapan bahwa Allah telah menelantarkan, mengabaikan, atau bahkan menghinanyaMungkin sebagian di antara ada yang mengeluh, bahkan mungkin mengatakan Tuhan tidak adil dan lain sebagainya, sehingga dalam masa-masa sulit seperti ini, kebanyakan manusia tidak lulus dalam ujian tersebut.
Baca Juga : IMAN DAN ETOS KERJA ; OLEH: ZIKRI AKBAR, S.Sos.I
Di sinilah kita dituntut untuk bersikap bijak terhadap dua keadaan ini, terutama ketika dihadapkan pada masa-masa sulit. Dalam hal ini, Islam mengajarkan bahwa ketika kita berada dalam kesulitan, maka sikap sabar yang mesti dilakukan. Sebab dengan kesabaran, seseorang akan menjadi lapang dan rela menerima segala yang ditakdirkan oleh Allah swt.. terutama takdir yang buruk Diharapkan dengan kesabaran ini, Allah swt. akan mengganti keadaan yang sulit dengan kemudahan dan keberuntungan. Mungkin inilah makna dari sebuah ungkapan bijak “man shabara zhafira” (siapa yang bersabar, maka dia akan beruntung). Dalam hal ini, Allah swt. telah menegaskan bahwa kesulitan selalu diikuti dengan kemudahan, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. al-Insyirah:5-6 :
فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا
إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرٗا
Artinya: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Ungkapan ma’a sering diartikan ‘bersama’ secara harfiyah, padahal tafsirnya adalah sesudah. Walaupun demikian, menurut seorang mufasir bernama al-Zamakhsyari dalam kitab Tafsir al-Kasysyaf-nya, bahwa penggunaan ma’a meskipun maksudnya adalah sesudah, adalah untuk menggambarkan betapa dekat dan singkatnya waktu antara kehadiran masa mudah dan masa sulit yang dialami, sehingga seakan-akan keduanya bergandengan antara satu dengan lainnya, dan tidak terpisahkan. Oleh karena itu, tidak sepantasnya seorang hamba Allah selalu mengeluh ketika mendapat kesulitan-kesulitan hidup, karena di samping ada kesulitan yang dihadapi di satu sisi, kemudahan juga akan diberikan oleh Allah swt. di sisi yang lain, bagi mereka yang yakin dan percaya kepada kemurahan, keadilan, dan kebijaksanaan Allah swt.
Kesulitan tidak selamanya selalu dianggap sebagai ujian dan hukuman dari Allah swt., tetapi bisa saja ia sebagai pertanda kasih sayang-Nya kepada diri sang hamba. Seperti seorang anak yang memita dibelikan eskrim oleh ibunya ketika anak itu sedang menderita flu, pasti sang ibu tidak memberikan es krim itu, bukan karena si ibu menghukum anak tersebut melainkan karena kasih saying sang ibu terhadap anaknya agar sang anak tidak lebih lama mengidap flu tersebut. Begitulah layaknya Allah memberikan ujian kepada hambanya. Semoga negeri ini di isi oleh masyarakat yang senantiasa berbaik sangka terhadap tuhan atas segala keadaan, kiranya Allah akan membalas dengan kedamaian, keberkahan, dan terlepas dari segala kesulitan.
Download File jenis PDF : Bersyukur Ditengah Kesulitan