Salju Abadi Gunung Jayawijaya di Papua Mencair,Tanda semakin Parahnya Kondisi Bumi Sekarang
Hey hop hop Rukajiers! Sebagai negara yang hanya memiliki dua musim, kebanyakan orang Indonesia
tidak pernah melihat salju secara langsung. Untuk menikmati yang namanya salju asli, orang Indonesia
harus keluar negeri atau naik ke puncak gunung Jayawijaya sebagai satu- satunya tempat bersalju di
Indonesia.
Bicara tentang salju abadi Jayawijaya, tempat unik ini sudah sering diprediksi akan menghilang. Salju
abadi puncak Jaya akan menghilang di tahun 2020 ini. Nah, kira-kira apa yang akan terjadi jika salju abadi
ini benar-benar hilang? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ayo kita telusuri bersama Rukajiers kali ini!
Bagaimana jika salju abadi Jayawijaya mencair?
Indonesia tidak mengalami musim salju karena kondisi geografisnya sebagai negara tropis yang terletak
sejajar dengan garis katulistiwa. Ini menjadikan Indonesia selalu mendapat cahaya matahari yang cukup
ketimbang negara-negara yang berada di utara maupun di selatan yang jauh dari garis katulistiwa.
Contohnya, jika matahari berada di selatan garis katulistiwa, maka negara utara tidak akan menerima
cahaya matahari cukup dan masuk pada musim dingin. Begitupun sebaliknya, jika matahari berada di
utara katulistiwa, maka negara bagian utara akan cukup dingin untuk masuk memproduksi salju.
Makanya, Indonesia hanya memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kalaupun
ditambah dua musim lagi, paling musim rambutan sama musim durian doang.
Namun, meskipun Indonesia negara tropis, seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki salju abadi di
puncak gunung Jayawijaya. Pada awalnya, tidak ada satu orang pun yang percaya pada fenomena salju
tropis Indonesia.
Bahkan, petualang asal Belanda bernama Jan Kartens yang pertama kali menemukan salju tropis ini di
tahun 1623, kerap kali disebut sebagai pembohong. Ia mengaku melihat sebuah gunung es di kawasan
tropis, yakni apa yang kita kenal sebagai puncak Jayawijaya.
Makanya, setelah pengakuan Kartens tersebut terbukti benar, pegunungan Papua ini diberi nama
Kartens Piramid. Salju yang ada di pegunungan ini terbentuk akibat suhu dingin dan kelembapan yang
ada di puncak Wijaya. Puncak gunung dengan tinggi lebih dari 4.884 meter dari permukaan laut ini
memiliki suhu hingga minus 10 derajat Celsius dan kelembapan udara di kisaran 81 hingga 100 persen
yang memungkinkan adanya pembentukan salju di wilayah pegunungan tropis.
Itulah mengapa beberapa pegunungan yang lebih tinggi dari gunung Jayawijaya yang tidak memiliki salju
abadi seperti pegunungan Andes karena kelembapan udara yang kurang dari 80 persen meskipun
tingginya mencapai 6.961 meter di atas permukaan laut.Keadaan alam ini juga memicu cuaca ekstrim
yang menyebabkan hujan es dan badai salju.
Nah, tau nggak sih? Karena kondisinya tersebut, puncak Jayawijaya menjadi salah satu rute pendakian
paling mahal sekaligus paling berbahaya yang ada di bumi. Namun, meskipun berbahaya, puncak jaya
sudah sering dicapai oleh pendaki.
Yang pertama kali melakukannya adalah Hendrik Haarer seorang pendaki berkebangsaan Belanda pada
tahun 1962. Jika melihat masa lalu, sebenarnya puncak jaya bukan satu-satunya tempat salju tropis yang
ada di Indonesia. Setidaknya, Indonesia memiliki tiga tempat salju tropis pada masa lampau dan semua
terletak di Pulau Papua.
Yang pertama, salju abadi puncak Mandala yang menghilang di tahun 2003. Yang kedua, puncak Trikora
yang hilang pada tahun 1936. Dan yang terakhir, puncak Jayawijaya yang menjadi satu-satunya tempat
salju tropis Indonesia sekarang.
Berdasarkan data BMKG, salju puncak Jayawijaya terus menipis. Pada tahun 2010, ketebalan esnya masih
mencapai 31,49 meter. Lima tahun berikutnya, menipis menjadi 26,23 meter. Setahun setelahnya, atau di
tahun 2016, hanya tersisa 20,54 meter. Dari tren tersebut, diperkirakan salju tropis puncak Jayawijaya
akan menghilang pada tahun 2022.
Selain ketebalannya, luas gletser pegunungan di Pulau Papua ini juga kian menyusut. Dari yang dulunya
2.000 hektare, kini menyusut menjadi kurang dari 100 hektare. Mencairnya salju tropis Indonesia tentu
saja disebabkan kenaikan suhu rata-rata bumi akibat efek rumah kaca.
Menurut Hari Suroto, seorang peneliti dari Balai Arkeologi Papua, alasan salju puncak Jayawijaya terus
menipis dan terancam hilang akibat pemanasan global dan juga fenomena El Nino.
El Nino merupakan fenomena memanasnya permukaan laut samudera Pasifik yang berhembus menuju
Indonesia. Selain alasan pemanasan global, alasan lain juga diungkapkan oleh Dr.Lonnie Thompson,
selaku peneliti senior di Ohio State University. Menurut beliau, mencairnya salju puncak Jaya tidak
terlepas dari aktivitas manusia seperti alih fungsi hutan, penambangan skala luas, dan penebangan liar.
Makanya, sudah menjadi hal wajar jika salju ini diprediksi akan mencair pada tahun 2022. Jika prediksi
berdasarkan data BMKG tadi benar kalau salju tropis yang ada di puncak Gunung Jayawijaya menghilang
di tahun 2022, Indonesia harus bersiap dengan bencana yang akan datang.
Hilangnya es abadi ini menandakan naiknya suhu permukaan Indonesia. Tempat pertama yang
terdampak tentu saja pulau Papua yang makin panas. Namun meskipun panas, curah hujan di sana akan
meningkat karena kelembaban Gunung Jayawijaya dipadukan dengan panas permukaan yang tinggi akan
menyebabkan produksi uap air semakin banyak.
Maka dari itu, intensitas hujan akan meningkat pesat dan berpotensi menyebabkan banjir tinggi dengan
arus yang besar. Kabar yang lebih buruk lagi, hal ini tidak hanya akan berdampak di Papua, namun
akanberdampak di seluruh Indonesia. Bahkan mungkin, daerah rawan banjir seperti Jakarta akan
mengalami banjir terburuk sepanjang sejarah.
Mencairnya salju abadi Gunung Jayawijaya tentu menjadi tanda-tanda semakin parahnya kondisi bumi
sekarang ini. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, fenomena ini menjadi tanda mencairnya seluruh
Gunung Es yang ada di dunia.
Jika seluruh Gunung Es benar mencair, kira-kira apa yang akan terjadi?
Penulis: Aini

