BeritaKajian

NAWACITA SWASEMBADA PANGAN AGAR TIDAK MENJADI ANGAN ANGAN

Oleh: Rizki Adha Simatupang, S.M     (Mahasiswa Magister USU)

Swasembada pangan merupakan salah satu tujuan setiap negara dan demikian halnya dengan Indonesia. Untuk mencapai swasembada pangan, pertanian di Indonesia masih menjadi sektor penopang utama.Selain merupakan pilar utama untuk mencapai swasembada pangan, sektor pertanian Indonesia juga menjadi penopang ekonomis nasional. Pengembangan sektor pertanian menjadi bagian penting dalam upaya peningkatan taraf hidup petani dan juga ekonomi nasional. Pentingnya sektor pertanian mendorong banyak pihak untuk bisa berkontribusi dalam pengembangannya

Karna pada dasarnya pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam
pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang Pangan. Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidak-stabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.Sudah saatnya Indonesia optimis dalam mengoptimalkan segala potensi, dan mewujudkan kemandirian pangan sebagai bukti kedaulatan bangsa. Pada tahun 1984, Indonesia mencapai swasembada pangan di bawah kepemimpinan Soeharto berkat Revolusi Hijau yang mengandalkan intensifikasi pertanian, pembangunan irigasi, dan subsidi pupuk serta benih. Setiap pemimpin Indonesia memiliki fokus kebijakan yang berbeda sesuai dengan tantangan zaman meski sektor pangan tak selalu jadi prioritas utama. Namun, setiap kebijakan tetap membawa dampak positif bagi pembangunan nasional.

Saat ini, di bawah Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, melalui Kementerian Koordinator Bidang Pangan berkomitmen untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 menjadi panduan strategis dalam meningkatkan produksi pangan, memperkuat ekosistem pertanian, serta memastikan distribusi pangan yang merata dan terjangkau bagi seluruh masyarakat nawacita kebijakan pangan jadi prioritas utama dengan berorientasi pada kem bandirian nasional melalui pendekatan teknologi dan modernisasi pertanian guna meningkatkan produksi dan distribusi pangan serta kesejahteraan petani & masyarakat.

Peluang dan Harapan besar

Nawacita swasembada pangan ini masih dianggap mimpi yang sulit diimplementasikan, terutama ditengah tantangan global seperti perubahan iklim, pertumbuhan populasi, dan ketidakstabilan geopolitik. Akan tetapi, ini adalah tujuan yang dapat dicapai dengan kerja keras, kebijakan yang tepat, dan kolaborasi semua pihak. Indonesia memiliki potensi besar untuk jadi negara yang mandiri dalam pangan dengan berbagai langkah strategis dan terukur.

Pertama, musim panen raya yang berlangsung dari Februari hingga April 2025 merupakan momentum krusial untuk memperkuat stok cadangan beras pemerintah (CBP) lewat peningkatan penyerapan gabah dan beras hasil produksi petani. Data Bulog per 11 Februari 2025 mencatat stok beras mencapai 1,9 juta ton. Stok ini terdiri dari 1,78 juta ton stok CBP dan 124.361 ton stok komersial. Pemerintah meminta Perum Bulog untuk menyerap 3 juta ton beras pada 2025. Namun, target ini harus disertai dengan langkah-langkah strategis untuk memastikan penyerapan berjalan efektif, seperti penyediaan infrastruktur logistik yang memadai dan insentif harga yang menguntungkan petani. Korelasi antara sektor hulu (produsen) dan hilir (konsumen) merupakan kunci utama. Alur produksi, pasca panen, dan distribusi yang berjalan baik memastikan bahwa panen yang dihasilkan berkualitas tinggi, tersedia secara merata, dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat. Dengan demikian, dapat diwujudkan sistem yang berkelanjutan untuk kesejahteraan petani dan masyarakat secara keseluruhan yang menyeluruh.

Kedua, diperlukan langkah langkah konkret seperti edukasi yang menyeluruh tentang pentingnya mengurangi food waste di tingkat rumah tangga, restoran, dan industri. Pemerintah melalui Kementrian Pertanian sudah mengadvokasi masyarakat yaitu “Pelaksanaan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat”. Di sisi lain, penanganan food loss di rantai pasok harus diperkuat dengan penerapan teknologi pascapanen seperti cold storage, pengemasan modern, pengembangan teknologi pascapanen, dan sistem distribusi yang lebih efisien. Government hari ini juga perlu mendorong investasi swasta dalam pengembangan teknologi pascapanen melalui insentif fiskal dan kemudahan regulasi bagi para calon investor asing ataupun lokal, karena upaya dalam mengundang investor asing masuk ke Indonesia akan berdampak signifikan terhadap perekonomian masyarakat indonesia, ditinjau dari mengurangnya angka pengangguran, karna pada dasarnya investor akan menyerap tenaga kerja Indonesia.

Ketiga, food estate dirancang untuk memaksimalkan potensi lahan yang selama ini belum tergarap optimal. Indonesia memiliki sekitar 17 juta hektar lahan tidur yang bisa dikonversi menjadi lahan produktif. Dengan mengembangkan food estate di wilayah-wilayah seperti Merauke dan Sumatera, kita bisa menciptakan pusat produksi pangan yang mampu memenuhi kebutuhan nasional. Selain itu, food estate juga mendorong penerapan teknologi pertanian modern seperti benih unggul, precision farming, smart irrigation, dan melibatkan petani lokal dalam pengelolaannya. Teknologi ini tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga dapat mengurangi pemborosan sumber daya seperti air dan pupuk

Terakhir, gerakan mandiri pangan nasional yang mencerminkan semangat kemandirian, semangat gotong royong (Kolaborasi) dan partisipasi aktif masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan. Gerakan ini perlu diperluas dengan kampanye nasional dan insentif bagi komunitas yang berhasil mencapai swasembada lokal.

Conclusion

Pada akhirnya dalam konteks global, Indonesia juga harus memanfaatkan peluang untuk menjadi pemain utama di pasar pangan internasional. Dengan potensi besar di sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan, kita tak hanya bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga berkontribusi pada ketahanan pangan global. Ini terget besar dan bukan mimpi, tetapi sebuah keniscayaan yang harus kita perjuangkan demi kemandirian dan kedaulatan pangan di Indonesia, sehingga kedepan Indonesia mampu beranjak dari negara berkembang menjadi negara adidaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.

Copy link
Powered by Social Snap