Gaya HidupKajianSosial MasyarakatTulisan

Chrisma Juita Nainggolan : Pemuda Indonesia, Agen Pengguna Bahasa Indonesia di Kehidupan Sosial

Ruangkaji, 23 Maret 2022

A. Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan

Bulan Oktober diperingati sebagai bulan bahasa dan sastra. Tanggal 28 Oktober 1928, tepatnya 93 tahun yang lalu, Sumpah Pemuda diikrarkan. Poin ketiga dari Sumpah Pemuda berbunyi: ”Kami poetra dan poetri Indonesia, menjoengjoeng tinggi bahasa persatoen bahasa Indonesia.” Atas dasar itulah, maka sejak tahun 1980, bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan bahasa. Namun, apakah masyarakat kita memahami bagaimana prosesnya hingga bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa persatuan?

Barangkali, masih banyak yang awam dengan sosok
1Mohammad Tabrani Soerjowitjitro. Tabrani lahir pada tanggal 10 Oktober 1904 di Pamekasan, Madura. Pekerjaannya sebagai seorang jurnalis di Harian Hindia Baru, menimbulkan ide dan gagasan yang cemerlang. Selain itu, Tabrani juga merupakan salah satu tokoh Jong Java, yaitu organisasi kepemudaan yang didirikan oleh Satiman Wirjosandjojo pada tahun 1915. Perpaduan antara aktivitasnya didunia jurnalistik dan kepemudaan, menghasilkan tulisan-tulisan yang menggelorakan semangat perjuangan.

2Organisasi kepemudaan yang pertama kali berdiri adalah Boedi Oetomo pada tahun 1908. Kemudian, muncullah  Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Celebes, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Betawi, Jong Batak, dan Jong Islamieten Bond. Seluruh organisasi kepemudaan ini bergerak pada satu titik, yaitu mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka.

Para pemuda menyadari, bahwa pergerakan yang mereka lakukan kurang maksimal jika masih memakai identitas kedaerahan/suku, sebab arah perjuangan terbatas pada daerah tertentu. Kemudian, ada ide untuk menyatukan seluruh kekuatan organisasi kepemudaan dalam satu wadah yang bersifat umum. Jika seluruh elemen kekuatan bersatu, maka kemerdekaan Hindia Belanda lebih cepat terealisasi. Maka diselenggarakanlah 4Kongres Pemuda I tahun 1926 di Jakarta.

Seluruh peserta kongres membulatkan tekad, bahwa nasionalisme harus dikedepankan. Pada kongres tersebut, Mohammad Yamin (Yamin) menyampaikan rumusan Sumpah Pemuda. Sebagai ketua kongres, Tabrani menolak usulan Yamin, yaitu “Menjunjung bahasa persatuan, bahasa Melayu.” Alasan Tabrani adalah bahwa bahasa Melayu masih bersifat kedaerahan, dan mengusulkan pemakaian bahasa Indonesia. Karena seluruh pembicaraan belum rampung pada kongres pertama, maka disepakatilah untuk mengadakan kongres kedua dengan catatan bahwa bahasa Melayu diganti menjadi bahasa Indonesia.

Kemudian, pada 5tahun 1928, diadakanlah  Kongres Pemuda II di Jakarta (Batavia) yang terkenal dengan Sumpah Pemuda. Ketua kongres pada waktu adalah Soegondo Joyopoespito, melaksanakan tugasnya dengan baik. Rumusan Sumpah Pemuda dengan revisi usulan Tabrani, diterima kongres dengan suara bulat, mengukuhkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Kebesaran hati Yamin untuk menerima usulan Tabrani patut ditiru, walaupun Yamin lebih menguasai ilmu bahasa. Perilaku terpuji seperti inilah yang seyogyanya menjadi panutan bagi pemuda masa kini, sehingga tidak selalu berdebat tanpa ujung pangkal.

Maka, sejak 28 Oktober 1928 resmilah bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Pada masa itu, bahasa Indonesia merupakan sarana komunikasi antar pemuda  untuk menyatukan ide, kreativitas, dan berbagai bentuk sumbangsih lainnya. Seandainya mereka tetap bertahan dengan bahasa daerah masing-masing, bisa jadi Indonesia belum merdeka pada tahun 1945. Jika kita kilas balik kebelakang, sungguh besar perjuangan para pemuda untuk membuang ego kedaerahan/suku demi terwujudnya kemerdekaan.

B. Penggunaan Bahasa Indonesia di Kehidupan Sosial Pemuda

3Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun (Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009). Menurut data per Juni 2021, jumlah penduduk Indonesia sebesar 272.229.372 juta jiwa, dimana sejumlah 64,50 juta jiwa adalah pemuda. Jumlah ini bukanlah angka yang sedikit, sebab dapat menjadi sumber kekuatan untuk membangun Indonesia. Selain itu, bonus demografi diprediksi akan terjadi pada tahun 2020-2030, yang mencapai puncaknya pada 2028.

Bonus demografi adalah suatu keadaan dimana jumlah usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan usia tidak produktif. Uniknya, tahun 2028 bertepatan dengan peringatan 100 tahun Sumpah Pemuda. Apakah ini suatu kebetulan atau malah merupakan anugerah sekaligus tantangan?. Namun jangan abai, bahwa angka 64 juta lebih yang dimiliki Indonesia bisa juga merupakan kelemahan jika kita tidak waspada. Terlebih ketika negara kita mengalami ledakan usia produktif yang luar biasa, jika tidak diimbangi dengan lapangan kerja serta ketrampilan yang dimiliki.

Mari kita amati sejenak kegiatan masyarakat di dunia dunia maya. Setiap menit media sosial dibanjiri oleh postingan, baik konten berupa teks, gambar, video, dan sebagainya. Para penikmat media sosial berasal dari semua golongan, baik usia produktif maupun nonproduktif; pria dan wanita. Ada yang sekadar mencari hiburan, menambah wawasan, tuntutan pekerjaan, bahkan juga digunakan untuk menambah pundi-pundi rupiah.

6Berpedoman pada data Statistik tahun 2020, lebih dari 56 juta pemuda Indonesia menggunakan Hand Phone (HP) dalam kegiatan sehari-hari. HP bermanfaat untuk keperluan komunikasi, pekerjaan, pembelajaran, penyimpanan data, dan sebagainya.  Jika separuh saja dari jumlah tersebut aktif di media sosial, maka dapat dipahami betapa riuh rendahnya dunia maya dengan berbagai postingan maupun komentar netizen. Artinya, dengan berbagai latar belakang yang berbeda, maka otomatis bahasa yang berseliweran di media sosial juga beragam, mulai dari bahasa formal, bahasa pasaran, dan bahasa gaul.

Tak dapat dipungkiri, media sosial sangat berperan dalam penggunaan bahasa Indonesia maupun bahasa-bahasa lainnya. Misalnya, jika para guru membentuk sebuah komunitas di media sosial, maka bahasa pengantar yang dipakai adalah bahasa Indonesia. Demikian halnya jika suku Batak membentuk komunitas, maka sarana komunikasi yang dipakai dominan bahasa Batak. Bagaimana dengan generasi milenial dan generasi Z, yang merupakan kelompok Pemuda?

Adalah suatu kebanggaan tersendiri bila seorang pemuda popular di media sosial. Hampir seluruh kegiatan diunggah di media sosial. Berbagai cara dilakukan agar setiap postingan mendapat respon dari netizen, salah satunya dengan memberi caption menarik. Supaya caption menarik, maka dipakailah bahasa asing, bahasa prokem, bahkan bahasa daerah. Terlebih jika yang menggunakan istilah tersebut adalah seorang influencer, maka tak diragukan lagi, istilah yang dilempar ke netizen menjadi tren, contohnya ashiap.

Dari tiga  bahasa yang digunakan di media sosial, yang paling sering  membuat kita harus berpikir untuk mencari padanan katanya adalah bahasa prokem (bahasa gaul). 7Bahasa prokem adalah ragam bahasa tidak baku yang lazim digunakan di wilayah Jakarta pada tahun 1970-an (Wikipedia bahasa Indonesia). Penyebutan bahasa prokem berasal dari kata preman, adalah bahasa yang digunakan dikalangan remaja. Sebagai generasi X yang pernah menjalani masa SMA di tahun 1980-an, bahasa prokem ini telah muncul pada masa itu. Istilah-istilah seperti lapangan basket yang artinya dari lapar berat, pembokat (Pembantu), menjadi tren pada masa itu.

Seiring perkembangan zaman, maka bahasa prokem juga mengalami perubahan. Istilah-istilah di era 1980-an perlahan menghilang, digantikan dengan berbagai istilah yang akrab ditelinga kita, seperti rempong, ambyar, baper, mager, julid, lebay, dan sebagainya. Meskipun kita menyadari bahwa penggunaan bahasa prokem lebih dominan dikalangan remaja, faktanya kita sebagai kelompok paruh baya, bahkan kategori usia lanjut, mampu memahami bahkan menggunakan bahasa prokem tersebut.

Selain bahasa prokem, penggunaan bahasa asing yang dipenggal dan digabung dengan bahasa Indonesia, juga menimbulkan maraknya ragam penggunaan bahasa di kehidupan sosial pemuda khususnya. Misalnya, istilah kids zaman now, negara berflower, dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut tidak sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Indonesia.  Contoh lain, sebuah pemberitahuan tentang kegiatan yang akan dilakukan oleh komunitas pemuda, diwarnai dengan kalimat Dress code.

Yang menjadi permasalahan adalah ketika sebagian besar dari mereka merasa, bahwa penggunaan bahasa asing lebih terkesan berkelas dan bergengsi. Seolah-olah tidak percaya diri ketika menggunakan bahasa Indonesia secara utuh. Penggunaan bahasa secara serampangan di media sosial, kemudian diikuti oleh netizen sehingga menjadi viral dan semakin biasa terdengar. Maka, sadar atau tidak, secara perlahan pemuda kita semakin menjauh dari penggunaan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan pemuda kita cenderung menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, diantaranya:

  1. Munculnya media digital dengan penggunaan bahasa tidak baku

Seiring dengan berkembangnya media digital, maka bahasa gaul semakin mendapat tempat. Para pimpinan redaksi berlomba-lomba menyuguhkan berita semenarik mungkin, dengan menggunakan bahasa bahkan jargon-jargon yang mudah diingat oleh netizen. Sehingga, untuk meraih perhatian netizen, terkadang harus memakai jasa influencer demi menaikkan rating.

  1. Situs jejaring sosial dan warung internet

8Berdasarkan riset yang diadakan Hootsuite dan We Are Social pada bulan Februari 2021, jumlah pengguna internet di Indonesia sebesar  202,6 juta orang. Jika kita berpedoman pada data jumlah pemuda sebesar 70%, maka saat ini pemuda pengguna internet sebesar 190 juta orang. Dengan jumlah tersebut, dapat dibayangkan betapa  mudahnya bahasa gaul menyebar ke seluruh penjuru tanah air.

 

  1. Tayangan di media televisi yang menggunakan bahasa tidak baku

Berbagai tayangan di televisi disuguhkan dengan menggunakan pembawa acara handal. Khusus untuk tayangan seputar dunia hiburan, maka dipakailah  bahasa yang seringkali tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Pembawa acara yang biasanya juga menyandang predikat artis sekaligus influencer, menyajikan berita dengan gaya khas. Bahasa yang dipakai bermacam-macam, mulai dari bahasa Indonesia, bahasa asing, bahasa daerah, bahkan bahasa gaul, semuanya dicampur aduk demi menyenangkan hati pemirsa. Sehingga, istilah-istilah yang dipakai oleh pembawa acara menjadi tren dan viral dikalangan pemirsa, kemudian diunggah di media sosial. Ketika sudah tiba di ranah ini, maka berbagai istilah tersebut sudah menjadi milik publik, siapapun boleh menggunakannya.

 

  1. Menjamurnya karya sastra berbasis digital (Platform menulis)

Belakangan ini, semakin marak keberadaan platform menulis berbasis digital. Literasi cetak telah berubah wujud menjadi literasi serba digital, sehingga berbagai jenis karya sastra berupa cerpen, cerbung, dan novel dapat dengan mudah ditemukan dengan mesin pencari. Untuk karya sastra seperti novel dengan genre remaja/pemuda, maka penulisnya menggunakan istilah-istilah tidak baku. Bahan bacaan seperti ini digemari karena memakai bahasa dan istilah yang serba praktis, dan ternyata konsumen sangat menyukai hal itu. Maka tak dapat dipungkiri, remaja/pemuda kita menjadi ‘Agen penular bahasa tidak baku’ yang menyebabkan keberadaan bahasa Indonesia mengalami kemerosotan.

 

  1. Peran Pemuda Menjadikan Bahasa Indonesia Sebagai Alat Komunikasi

Fakta bahwa kemampuan berbahasa yang buruk dikalangan pemuda, merupakan sinyal berbahaya untuk keberadaan bahasa Indonesia di masa depan. Kemampuan berbahasa erat kaitannya dengan budaya suatu generasi. Adakah jaminan bahwa 20 atau 30 tahun ke depan bahasa Indonesia masih dipakai dalam kehidupan sosial?.

 

Setiap generasi memiliki corak tersendiri. Demikian halnya dengan generasi milenial dan generasi Z yang merupakan ujung tombak, penentu masa depan bangsa ini di masa mendatang. Jika kedua generasi ini tidak berperan aktif sebaik mungkin, maka lama kelamaan bahasa Indonesia akan tergerus, mundur, dan hilang ditelan masa.

Pemuda kita hari ini memiliki karakter unik. Mereka sangat akrab dengan teknologi dan media serba digital. Sejak usia balita sudah mengenal perangkat komunikasi yang disebut gawai yang terhubung dengan internet. Maka, sangat mudah bagi mereka untuk menyerap dan menguasai teknologi karena lahir di era teknologi. Sehingga, hampir seluruh kegiatan terhubung dengan  media sosial.

Jika sumber daya pemuda yang kita miliki diberdayakan dengan tepat, maka peluang yang kita miliki untuk menjadikan bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa Internasional semakin besar. 9Ada sekitar 222 lembaga bahasa dan 56  negara di dunia yang mempelajari bahasa Indonesia. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan untuk malu menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sosial.

Dengan kemampuan menguasai teknologi yang disertai dengan semangat kecintaan pada bangsa, maka sudah selayaknyalah pemuda menjadi ujung tombak yang berada di garda terdepan untuk mempergunakan dan melestarikan bahasa Indonesia. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemuda dalam upaya pembiasaan menggunakan bahasa Indonesia sehingga tidak tergerus oleh zaman:

  1. Menyadari dan memahami bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang digunakan dalam ruang publik, baik dalam bidang pendidikan, teknologi, media massa, dan sebagainya.
  2. Tanamkan kecintaan terhadap bahasa Indonesia sebagai buah perjuangan Sumpah Pemuda 1928. Pemuda 1928 membuang jauh-jauh ego terhadap sukuisme dan kedaerahan, maka kini giliran pemuda milenial dan generasi Z untuk melanjutkan perjuangan mereka.
  3. Perlu pembiasaan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sesuai kaidah, topik, subjek, dan tempat. Sebagai sosok yang gampang untuk menularkan hal baik maupun buruk, maka seyogyanyalah pemuda mulai membiasakan diri untuk memosting sesuatu di media sosial dengan memerhatikan keempat poin tersebut.
  4. Perlu dilakukan upaya peningkatan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar dikalangan akademisi, baik pelajar, mahasiswa, bahkan tenaga pengajar seperti guru dan dosen.
  5. Menghindari stigma bahwa, orang yang fasih menggunakan bahasa asing dianggap lebih pintar. Sebagai bangsa yang berdaulat, kita buang jauh-jauh anggapan yang mengatakan bahwa penguasaan bahasa asing merupakan indikator tingkat intelektual seseorang. Apa jadinya kalau mahir berbahasa asing, namun berlepotan memakai bahasa Indonesia?
  6. Segera bertindak, tidak perlu menunggu perintah atau himbauan dari pihak manapun untuk membiasakan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Akhirnya, sebagai pewaris negeri, pemuda harus menjadi  agen pembawa perubahan kearah yang lebih baik. Sadarilah, bahwa negeri yang diperjuangkan dengan cucuran keringat, darah, bahkan jiwa raga tetap akan dikenang sebagai bangsa yang besar. Sebab, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, termasuk pahlawan yang memperjuangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.  Salam literasi dari bumi Kualuh, basimpul kuat babontuk elok.

 

Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/M._Tabrani#:~:text=M.%20Tabrani%20S%20atau%20Mohammad,di%20Pamekasan%2C%2010%20Oktober%201904.&text=Sepanjang%20pergerakan%20nasional%20Indonesia%2C%20nama,Juli%201936%20hingga%20Oktober%201940. ( 25 Oktober 2021, 09.00 WIB).

 

http://repository.usd.ac.id/27255/2/004314025_Full%5B1%5D.pdf

(26 Oktober 2021, 21.00WIB).

 

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan

 

https://id.wikipedia.org/wiki/Kongres_Pemuda#:~:text=Kongres%20Pemuda%20I%20diadakan%20tahun,Betawi%2C%20dan%20organisasi%20pemuda%20

(20 Oktober 2021, 10.100 WIB).

 

https://id.wikipedia.org/wiki/Kongres_Pemuda#:~:text=Kongres%20Pemuda%20I%20diadakan%20tahun,Betawi%2C%20dan%20organisasi%20pemuda%20

(20 Oktober 2021, 22.00 WIB).

 

https://www.bps.go.id/publication/2020/12/21/4a39564b84a1c4e7a615f28b/statistik-pemuda-indonesia-2020.html (26 Oktober 2021, 22.00 WIB).

https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_prokem  (29 Oktober 2021, 09.00 WIB).

 

https://www.medcom.id/teknologi/news-teknologi/ObzZwXgb-

(29 Oktober 2021).

https://suarapemerintah.id/2021/07/dipelajari-56-negara-bahasa-indonesia-bisa-jadi-bahasa-internasional/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.

Copy link
Powered by Social Snap